BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia
adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar no.2 setelah Australia hingga tahun 2008.
Total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton
dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Hal ini memberikan efek
yangnegatif maupun positif. Hal positifnya adalah
bertambahnya devisa negara dari kegiatanpenambanganya, sedangkan dampak
negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatanyang ditimbulkan
oleh proses penambangan dan penggunaannya.
Kesehatan
dan keselamatan kerja merupakan modal utama dalam proses pelaksanaan suatu
pekerjaan. Pada industri batubara sering kali para pekerja di hadapkan dengan
beban kerja yang berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan pada
saat bekerja.
Gangguan
kesehatan pada pekerja tambang batubara sering kali tidak dapat disembuhkan
sehingga dapat menyebabkan catat bahkan kematian. Pemberian pelayanan kesehatan
kepada para pekerja tambang adalah salah satu upaya untuk mencegah terhadap
gangguan kesehatan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun batasan-batasan masalah yaitu
sebagai berikut :
1.
Bagaimana aktifitas suatu pertambangan
batu bara dapat menghasilkan sumber bahaya bagi para pekerja tambang dan warga
sekitar ?
2.
Jenis bahaya apa saja yang dapat
ditimbulkan dari pertambangan batu bara tersebut?
3.
Bagaimana proses masuknya zat yang
berbahaya ke dalam tubuh manusia
4.
Apa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalan yang terjadi akibat pertambangan batu bara ?
C.
Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
:
1.
Mengetahui sumber bahaya yang timbul
akibat pertambangan batu bara.
2. Mengetahui
jenis bahaya yang dapat menimpa baik itu para pekerja tambang maupun warga
sekitar lokasi kegiatan pertambangan.
3. Mengetahui
jalur msuknya zat berbahaya ke dalam tubuh manusia.
4. Mengetahui
upaya pengendalian dampak yang dapat dilakukan untuk meminimalisir bahaya yang
dapat terjadi oleh akibat pertambangan batu bara.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA
Masalah
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja.
Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 Masih
Dianggap Remeh,” Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah.
Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Kewajiban
untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar
melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih
perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen
K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan
bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal
jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan
kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai
lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan.
Di samping
itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di
Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan.
Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada
tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768
kasus.
Sebagian
besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif.
Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur
nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur
hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan
kerugian materil yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti penyakit
jantung dan kanker.
A.
Sumber
Bahaya
Kegiatan
pertambangan batu-bara yang diduga merupakan sumber bahaya yakni :
1.
Eksplorasi
Yang
termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui udara, survey
geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain, pembangunan
jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan landasan
pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.
2. Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Kegiatan
ekstaksi dilakukan dengan pertambangan terbuka. Kegiatan penambangan batubara
menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari adanya
pembakaran batubara. Menghasilkan
gas nitrogen oksida yang terlihat cokelat dan juga sebagai
polusi yang membentuk acid rain (hujan Asam) dan ground level ozone, yaitu tipe
lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara. Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara
juga sangat berbahaya bagi kesehatan
3. Pembangunan Infrastruktur Jalan Akses Dan Pembangkit Energi
Kegiatan
pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang,
pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja,
pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan
pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan
ini adalah pembangunan
sistem pengangkutan di
kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel
gantung, sistem perpipaan atau konsentrat bijih).
Polusi
udara akibat dari flying ahses yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan
menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Gas-gas yang terbentuk dari kegiatan
batubara menghasilkan metan, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan
gas-gas lain yang akan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar
lapisan batubara. Yang dapat mencemari udara. Gas-gas yang
muncul di tambang
dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya (hazardous gas)
dan gas mudah nyala (combustible gas). Pada tambang dalam, gas berbahaya yang
sering ditemukan adalah karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi
jarang ditemui adalah hidrogen
sulfida (H2S), sulfur
dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2). Untuk gas mudah
nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metan (CH4). Metan
adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak berwarna, dan tidak berbau.
Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat
terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan.
Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metan harus selalu dikontrol terkait
dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metan dapat terbakar dan meledak ketika
kadarnya di udara sekitar 5-15 persen dengan ledakan paling hebat pada saat
konsentrasinya 9,5 persen pada saat terdapat sumber api yang memicunya.
B. Jenis Bahaya
Jenis-jenis bahaya yang dapat dialami
pekerja tambang pertambangan yakni :
·
Debu, tumpahan bahan kimia, asap-asap
yang beracun, logam-logam berat dan radiasi dapat meracuni penambang dan
menyebabkan gangguan kesehatan sepanjang hidup mereka.
·
Mengangkat peralatan
berat dan bekerja dengan
posisi tubuh yang janggal dapat
menyebabkan luka-luka pada tangan, kaki, dan punggung.
·
Penggunaan bor
batu dan mesin-mesin
vibrasi dapat menyebabkan kerusakan pada urat syaraf serta
peredaran darah, dan dapat menimbulkan kehilangan rasa, kemudian jika ada
infeksi yang sangat berbahaya seperti gangrene, bisa mengakibatkan kematian.
·
Bunyi
yang keras dan
konstan dari peralatan
dapat menyebabkan masalah
pendengaran, termasuk kehilangan pendengaran.
·
Jam kerja yang lama di bawah tanah
dengan cahaya yang redup dapat merusak penglihatan.
·
Bekerja di kondisi yang panas terik
tanpa minum air yang cukup dapat menyebabkan stres kepanasan. Gejala-gejala
dari stres kepanasan berupa
pusing-pusing, lemah, dan
detak jantung yang
cepat, kehausan yang sangat, dan
jatuh pingsan.
Selain pada tenaga kerja tambang, dampak
kegiatan pertambangan juga dialami oleh warga sekitar yang beresiko,
diantaranya adalah :
·
Penambangan dapat menyebabkan
kecelakaan-kecelakaan yang serius seperti kebakaran-kebakaran, ledakan-ledakan,
atau lorong-lorong galian yang rubuh yang dapat menimbulkan dampak pada
orang-orang yang bermukim di komunitas sekitar tambang. Bahkan dampak jangka
panjangnya dapat mengancam kesehatan walaupun sudah berupa tempat- tempat bekas
daerah tambang, karena orang-orang dapat terpapar limbah tambang dan
bahan-bahan kimia yang masih melekat di tanah dan di air.
·
Debu dari kegiatan tambang batubara
dapat menyebabkan penyakit paru-paru hitam (black lung diseases). Di samping
itu debu dari silika menyebabkan silikosis (silicosis). Penderita penyakit
paru-paru hitam atau silikosis memiliki resiko yang tinggi untuk mengidap
penyakit lainnya seperti: tuberkulosis (TBC), bronkitis kronis, penyakit
jantung, kanker paru-paru, radang paru-paru,
asma, rematik arthritis,
lupus, radang rematik, dan
sklerosis.
·
Pencemaran air membuat orang, tanaman,
ikan dan hewan-hewan menjadi sakit. Bahkan asam sulfur Jika dicampur dengan air
dan logam berat akan membentuk
drainaise asam tambang. Asam sulfur
berbau seperti telur busuk. Kontak dengan asam sulfur akan
menyebabkan kulit terbakar, buta atau bahkan kematian.
C.
Jalur
Paparan (Jalur Masuk Dalam Tubuh)
Pada
umumnya zat yang berbahaya akibat dari kegiatan pertambangan batu bara masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, oral (mulut) dan kulit :
1)
Pernapasan ( inhalation )
Untuk pencemaran udara yang penyebabnya
dimulai dari pembakaran hutan untuk membuka lahan pertambangan, gas-gas yang
terbentuk dari kegiatan pertambangan batu bara sepeti metan, karbon dioksida,
karbon monoksida sampai gas
–gas yang muncul
di dalam tambang
(gas berbahaya dan mudah menyala) masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernapasan, terhirup oleh pekerja yang tidak menggunakan masker atau terhirup
oleh masyarakat sekitar yang beresiko, umumnya adalah masyarakat yang
daerah bermukimnya paling
dekat dengan lokasi tambang.
2)
Kulit (skin absorption )
Debu, tumpahan bahan kimia, serpihan
logam-logam berat, panggangan sinar matahari dan radiasi dapat memapar pekerja
melalui kontak dengan kulit.
3)
Tertelan ( ingestion )
Untuk pencemaran tanah dan air dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui oral (mulut). Tanah yang tercemar berakibat terhadap
tercemarnya air tanah dan permukaan serta ditambah dengan adanya air asam tambang
mengakibatkan kualitas air menurun untuk dikonsumsi setiap harinya. Bahan
berbahaya dan beracun yang terkandung didalamnya dapat terikut masuk melalui
makanan dan minuman.
D.
Pengendalian
Dampak
Upaya
pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang
batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan
tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan
teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu
pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga
akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan
terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker)
agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).
2. Pendekatan
lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari
kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan
penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan
nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk (breeding place).
3. Pendekatan
administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan
batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law
enforcement).
4. Pendekatan
edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan
memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku
dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.